Bahasa Indonesia 1 - Tugas 2

Selasa, 02 Desember 2014



EYD

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan-ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada dasarnya ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, Kata, dan tanda baca sebagai sarananya.Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa.Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis.

Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna.Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah rambu lalulintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu-rambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib danteratur. Seperti itulah kira-kira bentuk hubungan antara pemakai bahasa dengan ejaan.Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan yang disempurnakan (EYD)

EYD sendiri mulai diberlakukan pada tanggal 16 Agustus 1972. Ejaan ketiga dalam sejarah bahasa Indonesia ini memang merupakan upaya penyempurnaan ejaan sebelumnya yang sudah dipakai selama dua puluh lima tahun yang dikenal dengan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik Indonesia pada saat Ejaan itu diresmikan padatahun 1947).

Meski sudah lepas dari bangku sekolah atau kuliah, bukan berarti kita melupakan aturan ejaan dalam berbahasa. Karena apapun bidang pekerjaan yang kita pilih nantinya, tetap akan menuntut penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Karena tak jarang saya melihat bahwa ada beberapa penulis, wartawan, pejabat-pejabat di pemerintahan ataupun di swasta, kurang menguasai EYD dengan baik dalam tulisan-tulisan atau surat-surat resmi mereka.

Maka dari itu, saya merasa perlu untuk menuliskan pedoman umum penggunaan EYD yang merupakan dasar dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

PENULISAN KATA SESUAI EYD

Berikut adalah ringkasan pedoman umum penulisan kata.
1.    Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Contoh: Ibu percaya bahwa engkau tahu.

2.    Kata turunan (lihat pula penjabaran di bagian Kata turunan)
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasar. Contoh: bergeletar, dikelola.
Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: bertepuk tangan, garis bawahi

Jika kata dasar berbentuk gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan ditulis serangkai. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: menggarisbawahi, dilipatgandakan.
Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata ditulis serangkai. Contoh: adipati, mancanegara.
Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf kapital, diselipkan tanda hubung. Contoh: non-Indonesia.

3.    Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung, baik yang berarti tunggal (lumba-lumba, kupu-kupu), jamak (anak-anak, buku-buku), maupun yang berbentuk berubah beraturan (sayur-mayur, ramah-tamah).

4.    Gabungan kata atau kata majemuk, Gabungan kata, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Contoh: duta besar, orang tua, ibu kota, sepak bola.
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian. Contoh: alat pandang-dengar, anak-istri saya.
Beberapa gabungan kata yang sudah lazim dapat ditulis serangkai. Lihat bagian Gabungan kata yang ditulis serangkai.

5.    Kata ganti (kau-, ku-, -ku, -mu, -nya) ditulis serangkai. Contoh: kumiliki, kauambil, bukumu, miliknya.

6.    Kata depan atau preposisi (di, ke, dari) ditulis terpisah, kecuali yang sudah lazim seperti kepada, daripada, keluar, kemari, dll. Contoh: di dalam, ke tengah, dari Surabaya.

7.    Artikel si dan sang ditulis terpisah. Contoh: Sang harimau marah kepada si kancil.

8.    Partikel, Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai. Contoh: bacalah, siapakah, apatah.
Partikel -pun ditulis terpisah, kecuali yang lazim dianggap padu seperti adapun, bagaimanapun, dll. Contoh: apa pun, satu kali pun.
Partikel per- yang berarti "mulai", "demi", dan "tiap" ditulis terpisah. Contoh: per 1 April, per helai.

9.    Singkatan dan akronim. Akronim dan singkatan hanya sebaiknya digunakan sebagai judul jika hal tersebut jauh lebih terkenal daripada kepanjangannya (misalnya AIDS vs. Acquired Immune Deficiency Syndrome, radar vs. Radio Detection and Ranging).

Seringkali suatu singkatan yang terkenal kepanjangannya menggunakan bahasa asing sehingga penutur bahasa Indonesia yang terbiasa menggunakan akronim/singkatan yang telah diserap dalam bahasa Indonesia tersebut lebih terbiasa dengan singkatannya. Hal ini juga patut dicermati. Contoh adalah ASEAN vs. Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.

Untuk beberapa judul artikel pembaca dalam bahasa Indonesia mungkin akrab dengan lebih dari satu varian nama, misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa, PBB, United Nations, UN, yang semuanya menunjuk ke entitas yang sama.

Sebisa mungkin jika kepanjangan suatu akronim dijadikan judul artikel maka perlu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia, jika ada, maka sebaiknya padanan tersebutlah yang dijadikan judul artikel tersebut, misalnya UNESCO vs. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Akronim atau singkatan yang terdiri dari dua atau tiga huruf tidak sebaiknya dijadikan judul, kecuali untuk kasus-kasus istimewa, karena akronim dan singkatan yang terdiri dari dua atau tiga huruf dapat memiliki kepanjangan lebih dari satu dalam bahasa-bahasa yang berbeda. Anda disarankan untuk meneliti di abbreviations.com atau di Wikipedia bahasa Inggris yang lebih lengkap daripada Wikipedia bahasa Indonesia.

Aturan dalam EYD
EYD mencakup penggunaan dalam 12 hal, yaitu penggunaan huruf besar (kapital), tanda koma, tanda titik, tanda seru, tanda hubung, tanda titik koma, tanda tanya, tanda petik, tanda titik dua, tanda kurung, tanda elipsis, dan tanda garis miring. 1. Penggunaan Huruf Besar atau Huruf Kapital a. Huruf pertama kata ganti "Anda" - Ke mana Anda mau pergi Bang Toyib? - Saya sudah menyerahkan uang itu kepada Anda setahun yang lalu untuk dibelikan PS3. b. Huruf pertama pada awal kalimat. - Ayam kampus itu sudah ditertibkan oleh aparat pada malam jumat kliwon kemarin. - Anak itu memang kurang ajar. - Sinetron picisan itu sangat laku dan ditonton oleh jutaan pemirsanya sedunia. c. Huruf pertama unsur nama orang - Yusuf Bin Sanusi - Albert Mangapin Sidabutar - Slamet Warjoni Jaya Negara d. Huruf pertama untuk penamaan geografi - Bunderan Senayan - Jalan Kramat Sentiong - Sungai Ciliwung e. Huruf pertama petikan langsung - Pak kumis bertanya, "Siapa yang mencuri jambu klutuk di kebunku?" - Si panjul menjawab, "Aku tidak Mencuri jambu klutuk, tetapi yang kucuri adalah jambu monyet". - "Ngemeng aja lu", kata si Ucup kepada kawannya si Maskur. f. Huruf pertama nama jabatan atau pangkat yang diikuti nama orang atau instansi. - Camat Pesanggrahan - Profesor Zainudin Zidane Aliudin - Sekretaris Jendral Departemen Pendidikan Nasional g. Huruf Pertama pada nama Negara, Pemerintahan, Lembaga Negara, juga Dokumen (kecuali kata dan). - Mahkamah Internasional - Republik Rakyat Cina - Badan Pengembang Ekspor Nasional 2. Tanda Koma (,) a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Sejarah
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Revisi 1987
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
Revisi 2009
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.[1]
Perbedaan dengan ejaan sebelumnya
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:
    "tj" menjadi "c" : tjutji → cuci
    "dj" menjadi "j": djarak → jarak
    "j" menjadi "y" : sajang → sayang
    "nj" menjadi "ny" : njamuk → nyamuk
    "sj" menjadi "sy" : sjarat → syarat
    "ch" menjadi "kh": achir → akhir
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
    Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
    Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
    Awalan "di-" dan kata depan "di" dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-" pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
    Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
-          Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
-          Penulisan kata.
-          Penulisan tanda baca.
-          Penulisan singkatan dan akronim.
-          Penulisan angka dan lambang bilangan.
-          Penulisan unsur serapan.

Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.

Untuk penjelasan lanjutan tentang penulisan tanda baca, dapat dilihat pada Penulisan tanda baca sesuai EYD


Referensi:

0 komentar:

Posting Komentar

Leave Comment Here